Keadilan Sosial

Ketika Keadilan Terasa Asing

Paradoks Hukum di Berbagai Belahan Dunia

author
Jessie Poole · 5 min read
Ketika Keadilan Terasa Asing

Hukum, sebagai pilar peradaban, seharusnya menjadi perwujudan keadilan. Namun, dalam praktiknya, tak jarang kita menemukan kasus-kasus yang justru bertentangan dengan akal sehat dan rasa keadilan.

Hukum harus menjadi instrumen untuk menciptakan keadilan sosial.

Yusril Ihza Mahendra.

Inilah yang disebut sebagai paradoks hukum, sebuah ironi di mana penerapan hukum justru menghasilkan ketidakadilan. Artikel ini akan menyoroti beberapa contoh paradoks hukum dari berbagai negara, yang menggugah kita untuk merenungkan kembali makna keadilan yang sesungguhnya.

No 1. Indonesia: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Pepatah ini mungkin sudah sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia. Ia menggambarkan fenomena di mana hukum cenderung lebih keras terhadap masyarakat kecil, sementara para pejabat atau tokoh berpengaruh seringkali lolos dari jeratan hukum atau mendapatkan hukuman yang ringan [1] [2] .

  • Kasus Nenek Minah: Seorang nenek dipenjara karena memetik tiga buah kakao di perkebunan milik perusahaan [3] . Kasus ini kontras dengan kasus korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah, di mana pelaku seringkali mendapatkan hukuman yang jauh lebih ringan [1] .
  • Kasus Tom Lembong: Mantan Menteri Perdagangan divonis penjara atas kasus impor gula, meskipun tidak terbukti menerima keuntungan pribadi dan ada argumen bahwa tindakannya bertujuan menjaga stabilitas harga gula. Kasus ini memicu perdebatan tentang kriminalisasi kebijakan dan batas antara kesalahan administratif dengan tindak pidana [4] .
Tom Lembong menoleh ke pengunjung pada sidang pembacaan vonis kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/7/2025).
— ANTARA

Paradoks ini mencerminkan ketimpangan dalam sistem hukum Indonesia, di mana akses terhadap keadilan seringkali ditentukan oleh status sosial dan kekuasaan [1] .

No 2. Amerika Serikat: “Three Strikes Law”

Undang-undang “tiga pelanggaran” (Three Strikes Law) di beberapa negara bagian Amerika Serikat menetapkan hukuman yang sangat berat, bahkan hukuman seumur hidup, bagi pelaku kejahatan yang telah melakukan tiga pelanggaran, terlepas dari seberapa kecil pelanggaran terakhirnya.

  • Kasus Leandro Andrade: Seorang pria dijatuhi hukuman 50 tahun penjara karena mencuri beberapa kaset video dari dua toko yang berbeda. Ia sebelumnya telah memiliki dua pelanggaran ringan [Contoh hipotetis berdasarkan deskripsi undang-undang].

Undang-undang ini, meskipun bertujuan untuk mengurangi kejahatan, seringkali dianggap tidak adil karena hukuman yang tidak proporsional dengan pelanggaran yang dilakukan [Contoh hipotetis berdasarkan deskripsi undang-undang].

No 3. Tiongkok: Sistem “Social Credit”

Sistem kredit sosial di Tiongkok memberikan penilaian kepada warga negara berdasarkan perilaku mereka. Poin kredit dapat dikurangi karena berbagai alasan, seperti melanggar lalu lintas, tidak membayar tagihan, atau bahkan mengkritik pemerintah. Warga negara dengan skor kredit rendah dapat menghadapi berbagai pembatasan, seperti larangan bepergian, kesulitan mendapatkan pinjaman, atau bahkan kesulitan mencari pekerjaan [Contoh hipotetis berdasarkan deskripsi sistem].

Sistem ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan ketertiban sosial, menimbulkan kekhawatiran tentang pelanggaran privasi dan potensi penyalahgunaan kekuasaan [Contoh hipotetis berdasarkan deskripsi sistem].

No 4. Inggris: “Joint Enterprise”

Doktrin “Joint Enterprise” di Inggris memungkinkan seseorang dihukum atas kejahatan yang dilakukan oleh orang lain, jika mereka mengetahui bahwa kejahatan tersebut mungkin terjadi dan tetap berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

  • Kasus Ameen Jogee: Seorang pria dihukum atas pembunuhan karena ia berada di lokasi kejadian ketika temannya melakukan pembunuhan, meskipun ia tidak secara langsung terlibat dalam tindakan tersebut [Contoh hipotetis berdasarkan deskripsi doktrin].

Doktrin ini, meskipun bertujuan untuk mengatasi kejahatan geng, seringkali dianggap tidak adil karena menghukum seseorang atas tindakan yang tidak mereka lakukan secara langsung [Contoh hipotetis berdasarkan deskripsi doktrin].

No 5. Paradoks dalam Hak Menguasai Negara atas Tanah di Indonesia

Hak Menguasai Negara (HMN) atas tanah, sebagaimana diatur dalam UUPA, memberikan wewenang kepada negara untuk mengatur dan menentukan peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, HMN seringkali menimbulkan paradoks [5] .

  • Kasus Sengketa Lahan: Masyarakat adat seringkali kesulitan mempertahankan hak atas tanah leluhur mereka karena negara mengklaim memiliki HMN atas tanah tersebut. Hal ini menimbulkan ketidakadilan karena masyarakat adat telah mengelola tanah tersebut secara turun-temurun [Contoh hipotetis berdasarkan deskripsi HMN].
  • Hak Pengelolaan (HPL) vs. Hak Guna Bangunan (HGB): Pemegang HGB di atas HPL seringkali berada dalam posisi yang lemah karena pemegang HPL dapat menentukan tarif baru terkait perpanjangan HGB secara sepihak [5] .

Paradoks ini menunjukkan bahwa HMN, yang seharusnya melindungi kepentingan nasional, justru dapat merugikan masyarakat adat dan pemegang hak atas tanah [Contoh hipotetis berdasarkan deskripsi HMN].

Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil dari berbagai paradoks hukum yang terjadi di seluruh dunia. Paradoks-paradoks ini mengingatkan kita bahwa hukum, meskipun penting, bukanlah tujuan akhir. Tujuan yang lebih tinggi adalah keadilan, yang harus menjadi kompas moral dalam setiap penerapan hukum.

Hukum dibuat untuk manusia, bukan manusia dibuat untuk hukum.

John Locke

Untuk mewujudkan keadilan yang sejati, diperlukan:

  • Penegakan hukum yang imparsial dan tidak diskriminatif [1] .
  • Pemahaman yang mendalam tentang konteks sosial dan ekonomi dalam setiap kasus [4] .
  • Perlindungan terhadap hak-hak minoritas dan kelompok rentan [6] .
  • Transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan [1] .
  • Pendidikan hukum bagi masyarakat agar mereka memahami hak dan kewajiban mereka [1] .

Dengan upaya bersama, kita dapat mengatasi paradoks hukum dan menciptakan sistem hukum yang benar-benar adil dan berpihak kepada semua orang.

Sumber Bacaan

  • share to:
Mungkin Anda Suka

Posting Terkait

Kisah Kecil: Lubang Cacing [fiksi] Melampaui Langit |

Kisah Kecil: Lubang Cacing [fiksi]

Pemandangan di hadapanku cukup mempesona namun melankolis; Tanda plang neon usang masih setengah menyala berdengung hingga larut malam di atas toko serba ada yang diterlantarkan. Ketika saya berjalan …

Pendekatan Sejarah Menyelami Masa Lalu |

Pendekatan Sejarah

Sejarawan profesional dan amatir menemukan, mengumpulkan, mengatur, dan menyajikan informasi tentang peristiwa masa lalu. Mereka menemukan informasi ini melalui bukti arkeologis, sumber primer …

Krisis Yang Mungkin Datang Melampaui Langit |

Krisis Yang Mungkin Datang

Bagaimana Penurunan Populasi Dapat Memicu Runtuhnya Peradaban

Nama Ketut dan Nyoman di Bali hampir punah, disebutkan sebagai imbas dari program KB jangka panjang pada masa Orde Baru yang menganjurkan setiap keluarga hanya memiliki dua orang anak.

Wayan Koster, …